BENTENG KERATON BUTON


    Benteng Keraton Buton merupakan salah satu benteng termegah dan pusat dari sistem pertahanan dimana juga menjadi pusat pemerintahan. Benteng Keraton peninggalan sejarah dengan arsitektur yang sangat unik, indah dan menarik ini terletak 3 km dari pusat kota, dapat dicapai dengan kenderaan mobil maupun motor sekitar 10 menit saja.

    Benteng Keraton Wolio dahulu merupakan pusat pemerintahan pertahanan dan kediaman Kesultanan Buton yang wilayahnya mencakup keseluruhan Pulau Buton, pulau Muna, pulau Kabaena Kep.Tukang Besi, serta dua daerah di bagian Tenggara pulau Sulawesi yaitu Rumbia dan Poleang.

    Kerajaan Buton yang berpusat di Benteng Keraton Wolio ini, didirikan oleh empat orang pendatang disebut dalam bahasa setempat mia patamiana yang artinya empat tokoh peletak dasar. Tokoh tersebut berasal dari Johor pada awal abad ke-14. Pada abad ke-16 masuk Islam ke Buton, dan sistem pemerintahan kerajaan diubah menjadi kesultanan. Pembuatan Benteng Keraton Buton pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Buton pertama La Sangaji (1591-1597) yang kemudian disempurnakan oleh Sultan Buton ke-6 1632-1645 yakni La Buke dengan konstruksi dan persenjataan meriam-meriam.

    Berdasarkan rekor yang di berikan oleh MURI (Museum Rekor Indonesia) benteng ini luasnya 22,8 Ha, panjang keliling 2.740 m dan sisi terpanjang berada disebelah barat, tebal antara 1-2 m, tinggi 2-8 m tergantung letaknya diatas bukit yang permukaannya tidak rata. Bentuk denahnya hampir segi empat tidak beraturan, ada yang mengatakan sama dengan bentuk huruf ‘Dal’ dalam tulisan Arab.

    Benteng Keraton Buton mempunyai 12 lawa yaitu pintu gerbang yang dalam bahasa setempat berarti pintu gerbang dan 16 baluara atau bastion (sudut benteng yang dibuat konstruksi khusus untuk meriam dll). Menurut keyakinan masyarakat setempat angka 12 tersebut selain berfungsi untuk masuk ke dalam benteng dan sebagai simbol dari jumlah lubang yang ada di tubuh manusia. Ini merupakan budaya personifikasi atau membandingkan elemen konstruksi dengan tubuh manusia yang cukup kuat dalam masyarakat Buton yang juga terlihat di dalam membangun rumah atau bangunan-bangunan lainnya.

    Kontruksinya dari batu kapur bahan bangunan yang kuat cocok untuk benteng dan terdapat banyak di kawasannya sehingga dipilih menjadi bahan utamanya, bahkan saya pernah mendengar bahwa konon bahan baku pembuatan benteng ini dicampur dengan putih telur agar semakin kokoh karena bangunan pada tempo dulu belum memproduksi  semen seperti sekarang, oleh karena itu benteng tersebut hingga sekarang masih berdiri kokoh walaupun sudah berumur ratusan tahun, di samping itu terdapat pula versi pendapat masyarakat lain yang mengatakan bahwa campuran bahan baku pembuatan Benteng Keraton Buton yang dicampurkan putih telur tersebut tidak benar adanya atau hanya merupakan pengalihan isu belaka, sebab santer terdengar kabar bahwa tentara Jepang kala itu sebelum melakukan aktivitas selalu mengkonsumsi telur dengan maksud agar tubuh para prajurit Jepang selalu fit, kuat dan selalu bersemangat. Oleh karena itu para tentara Jepang selalu menyulusuri ke pemukiman-pemukiman warga untuk merampas telur milik masyarakat pribumi. Karena merasa resah dengan ulah tentara Jepang yang terus menerus mengambil telur masyarakat, akhirnya masyarakat pribumi ketika di tanyakan  perihal keberadaan telur mereka, mereka hanya menjawab bahwa telur mereka telah habis karena sudah di sumbangkan ke pemerintah untuk di jadikan bahan campuran pembuatan Benteng Keraton Buton.

    Sekeliling benteng selain yang dari arah kota, masih berupa lingkungan alami berbukit-bukit terutama dari karang, dengan pohon-pohon cukup besar. Pusat dari lingkungan adalah Mesjid Agung Keraton dan lingkungan disekelilingnya berupa halaman terbuka, terletak di tengah pada tempat ketinggian yang membuatnya menjadi lebih megah sesuai dengan fungsinya sebagai pusat orientasi dari kawasannya. Selain itu didalam benteng terdapat banyak rumah termasuk bekas istana sultan yang berasitektur tradisional khas pulau Buton namun banyak yang tidak terawat dan sudah ditambah dan dirombak menjadi rumah baru.
Berbagai pepohonan besar dan kecil tumbuh dalam kawasan benteng, dan terlihat tidak disusun dalam tata letak tertentu. Banyak yang besar dan mungkin seumur dengan bentengnya sendiri, bahkan mungkin ada sebelum benteng didirikan. Yang cukup dominan adalah pohon asam yang buahnya dimanfaatkan sebagai komoditas lokal.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel