MASJID KERATON BUTON


    Mesjid Agung Keraton Buton adalah salah satu peningggalan sejarah peradaban masyarakat suku Buton dan merupakan salah satu ikon Kota Baubau. Bangunan masjid ini menjadi elemen utama di dalam kompleks dan menjadi pusat kegiatan lembaga kesultanan dibidang keagamaan dan para perangkatnya merupakan aparat kesultanan. Masjid ini dibangun pada awal abad ke 18 tahun 1712 masehi pada masa pemerintahan Sakiyuddin Darul Alam/ Langkariyri yaitu sultan Buton yang ke 19.

    Mesjid berdenah segi empat, berukuran 20,6 x 19,40m2 berada di atas ketinggian (platform) sekitar 3m, berdenah segi empat panjang,  dikelilingi dinding dari batu karang dengan konstruksi kayu dan bangunannya terdiri dari 3 lantai. Jumlah pintu 12 buah, jumlah anak tangga 19 buah dan tiang masjid 20 batang, terdapat pula bedug tua dengan panjang 1,5 m yang menggunakan pasak dan dilengkapi dengan 2 buah guci tempat air. Dari mesjid dapat terlihat pemandangan indah ke arah kota dan laut secara bebas dan terbuka.

    Kolom-kolom konstruksi kayu di dalam membentuk deretan lima buah kolom berhadapan sejajar di tengah, pada ujungnya terdapat mihrab dan mimbar. Di sisi-sisinya terdapat deretan dalam jumlah sama namun lebih pendek, menahan kemiringan atap di sisi miring bagian bawah. Deretan yang membujur tersebut memperkuat orientasi ke arah kiblat. Kearah melebar membentuk garis-garis tegah lurus kearah kiblat membantu arah syaf pada saat sholat. Deretan kolom yang membujur dan melintang di kiri dan kanan menyangga balok-balok untuk penyangga atas, dahulu bagian untuk azan. Bagian ini terlihat dari luar menyembul ke atas ditutup dengan atap limas (atap dengan empat sisi miring). Dinding keliliing dari batu karang, material yang sama dengan dinding benteng, tingginya tidak sampai atap sehingga membentuk celah yang sangat baik untuk ventilasi dan memasukkan cahaya alami.

    Seperti lazimnya konstruksi tradisional, elemen-elemen konstruksi seperti kolom dan balok di ruang dalam tidak ditutup, sehingga selain berfungsi mengarahkan kiblat dan syaf, juga menjadi elemen ruang dalam yang indah dan unik. Mimbarnya juga asli dengan konstruksi batu, namun dibingkai dengan kayu dan ukiran-ukiran floral di atasnya, mirip dengan mimbar pada mesjid-mesjid kuno di mana-mana diNusantara.

    Masjid ini pernah mengalami pemugaran sebanyak 4 kali, pertama pada tahun 1929. Atapnya diganti dari daun nipah menjadi seng dan lantainya disemen. Pemugaran kedua pada tahun1978, ketiga pada tahun 1986 dan terakhir tahun 2002.

    Perangkat masjid terdiri dari 1 orang Lakina Agama, 1 orang imam, 4 orang khatib, 12 orang moji, 40 orang mokimu dan 4 orang tungguna ganda.

    Hingga sekarang tidak hanya arsitekturnya yang unik, namun sistem organisasi keagamaannya juga khas disebut Sarana Agama. Di sini terdapat sinkritisme yaitu perpaduan antara religi dengan tradisi. Pada mesjid ini para aparatnya memakai perangkat dan pakaian yang khas pada sholat Jum'at dan pada perayaan dihari-hari besar lainnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel