Kisah Harimau dan Hutan

Sudah sekian lama, harimau dan hutan bersahabat. Mereka saling tolong-menolong satu sama lain. Harimau menjaga hutan. Demikian juga hutan  menyediakan hampir semua kebutuhan harimau. Dengan adanya harimau, hutan bebas dari jarahan manusia. Kayu-kayu dari pepohonannya terlindungi oleh harimau yang setiap hari berjaga keliling hutan. Begitu pula hutan, menyediakan makanan yang dibutuhkan oleh harimau sehari-hari. Kehidupan harimau dan hutan berjalan sangat harmonis.

Namun, keharmonisan itu rupanya membuat kijang iri. Sebab, kijang sering kali menjadi hewan yang paling banyak jadi korban karena bangsanya menjadi makanan empuk harimau yang lapar. Karena itu, kijang pun menyusun strategi agar keharmonisan harimau dan hutan jadi terpecah belah.

Maka, suatu kali, kijang pun berbisik pada pohon terbesar yang jadi wakil hutan. Kijang berkata, bahwa harimau sebenarnya adalah hewan yang mau untungnya sendiri. Hutan hanya diperdaya harimau. Sebab, tanpa harimau pun, sebenarnya hutan baik-baik saja.

Kijang juga melakukan hal yang sama pada harimau. Namun, agar tak mencolok, kijang menyuruh monyet untuk membisikkan hasutan pada harimau soal hutan. Maka, monyet pun membisiki harimau, bahwa selama ini harimau hanya dimanfaatkan hutan untuk menjaganya.

Mendengar hasutan itu, harimau dan hutan tiap hari kemudian jadi menjaga jarak satu sama lain. Keakraban yang terjalin harmonis selama ini jadi renggang. Hingga akhirnya, suatu hari harimau dan hutan bertengkar. Pohon pemimpin hutan merasa harimau hanya mau untungnya saja tinggal di hutan tanpa mau membantunya. Sebaliknya, harimau juga merasa, hutan hanya mengambil jasanya menjaga hutan tanpa mau memberikan hasil yang lebih padanya.

Pertengkaran keduanya pun menghebat. Maka, akhirnya harimau berjanji, ia akan keluar dari hutan untuk mencari hutan lain yang mau menampungnya. “Baik, aku akan pergi! Jangan pernah minta bantuanku lagi, hutan yang sombong!”

“Kamu yang sombong, mentang-mentang kuat dan ganas, jadi sok jagoan! Pergi sana, aku tak butuh kamu lagi!” sahut hutan.

Mendengar itu, kijang dan monyet diam-diam bersorak. Mereka sudah pasti akan segera terbebas dari ancaman harimau. Namun rupanya, itu tak berlangsung lama. Selama ini, manusia jarang masuk ke hutan itu karena takut ancaman harimau yang buas. Tetapi, karena harimau pergi dari hutan, manusia pun bebas menjebak harimau hingga berhasil ditangkap. Manusia pun tak takut lagi dengan harimau yang berhasil dikurung. Sejak saat itu pula, manusia mulai menjarah hutan. Kayu ditebangi. Pohon digunduli. Hewan-hewan liar termasuk kijang dan monyet ditangkap, ada yang dijual, ada yang dijadikan makanan. Akibat kejadian itu, hutan pun jadi berubah total. Tak ada lagi kicau burung indah, tak ada lagi hewan yang berkeliaran bebas, pohon pun banyak yang tumbang diambili kayunya. Semua menyesal. Akibat sebuah hasutan, hutan, harimau, dan semua isi hutan jadi mendapat imbas yang tak diinginkan.

Kesimpulan:
Kadang kala kita lupa, pada orang-orang yang langsung dan tidak langsung berjasa pada kita. Padahal sebagai makhluk sosial, kita sejatinya bergantung satu sama lain. Memang, secara kedudukan, ada yang mengatur, ada yang memimpin, ada yang jadi bawahan. Tapi, semua punya peranan masing-masing. Dan, jangan lupa, semua ibarat puzzle, harus saling melengkapi. Tanpa ada satu komponen, kadang kita akan jadi kerepotan untuk meraih harmonisasi hidup.

Karena itu, jangan pernah iri dengan kedudukan orang lain yang lebih tinggi. Jangan pula memandang kedudukan rendah mereka yang ada di bawah. Sebab, harmonisasi antar-semua tersebut saling melengkapi. Ibarat hutan dan harimau, satu sama lain sebenarnya saling melindungi. Pun demikian kijang dan monyet, serta makhluk hidup lain di dalam hutan. Begitu salah satu komponen hilang, begitu mudahnya gangguan dari luar datang.

Inilah yang perlu kita terus ingat dalam setiap peran yang kita jalani di kehidupan. Apa pun peran yang kita miliki saat ini, jangan pernah posisikan diri sebagai “korban”. Tapi, jadikan diri sebagai salah satu komponen penyeimbang. Dengan begitu, kita bisa selalu bijak dalam menentukan pilihan. Dan, jangan lupakan pula soal kepedulian. Saat satu hal yang menjaga harmonisasi menghilang, bisa jadi suatu saat dampaknya akan segera sampai pada kita juga.

Mari, buka mata dan hati. Selalu jaga harmonisasi kehidupan. Apa pun peran yang kita lakoni saat ini, jalani dengan sepenuh hati. Bebaskan diri dari rasa iri dengki. Dengan begitu, kita akan jadi insan penuh arti yang bisa mengisi setiap keping harmonisasi hidup yang berkelimpahan. Sehingga, kebahagiaan sejati pun akan kita dapatkan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel