Alasan Belanda Tidak Mau Mengakui Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 Sampai Kini

Tahukah Anda? Sampai sekarang ini negara Belanda belum mau mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Belanda tidak mengakui Proklamasi 17 Agustus 1945. Negara Kincir Angin itu hanya mengakui kedaulatan Indonesia dengan merdeka pada 27 Desember 1949 pasca diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar.


Hampir saja Ratu Beatrix hadir dalam Peringatan HUT RI ke-59 dalam atas undangan Pemerintah Indonesia di tahun 1995. Namun Perdana Menteri Belanda Wim Kok menentangnya ketika perjalanan Ratu Beatrix sampai di Singapura. Saat itu ratu baru mendarat di Indonesia beberapa hari setelah HUT RI.


Diungkapkan Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Jeffry Pondaag, jika Belanda mengakui kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, maka artinya negara tersebut mengakui aksi polisionil yang dilakukan waktu dulu. Kala itu sejumlah pasukan elit Belanda yang di dalamnya mencakup Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Kapten Raymond Westerling di Sulawesi dan Bandung, melakukan pembantaian warga negara Indonesia.


Sebaliknya, kalau Belanda memberikan pengakuan kemerdekaan RI pada 27 Desember 2949, kejadian tersebut diartikan sebagai “perang saudara”. Pasalnya, para warga yang dibantai masih dianggap “warga negaranya”. Belanda pun bebas dari tuntutan.

“Kalau mereka mengakui kita merdeka pada Desember ’49, berarti mereka bantai warganya (Hindia-Belanda) sendiri. Insiden yang terjadi pun berarti perang saudara,” kata Jeffry.

Implikasinya jelas. Jika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1949, kala pembantaian itu terjadi, dianggap menyerang negara berdaulat. Akibatnya, Belanda harus memberikan ganti rugi untuk Indonesia. Jika demikian, Belanda pun sampai sekarang belum mengakui penerapan UUD 1945.

“Berarti mereka juga tak mengakui UUD 1945, tak mengakui kedaulatan hukum kita. Ngapain kita terima (Kedubes) Belanda di sini?,” tuturnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel