Alasan Belanda Tidak Mau Mengakui Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 Sampai Kini
Senin, 17 Agustus 2015
Tahukah Anda? Sampai sekarang ini negara Belanda belum mau mengakui
kedaulatan Republik Indonesia. Belanda tidak mengakui Proklamasi 17
Agustus 1945. Negara Kincir Angin itu hanya mengakui kedaulatan
Indonesia dengan merdeka pada 27 Desember 1949 pasca diselenggarakannya
Konferensi Meja Bundar.
Hampir saja Ratu Beatrix hadir dalam Peringatan HUT RI ke-59 dalam
atas undangan Pemerintah Indonesia di tahun 1995. Namun Perdana Menteri
Belanda Wim Kok menentangnya ketika perjalanan Ratu Beatrix sampai di
Singapura. Saat itu ratu baru mendarat di Indonesia beberapa hari
setelah HUT RI.
Diungkapkan Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)
Jeffry Pondaag, jika Belanda mengakui kemerdekaan RI pada 17 Agustus
1945, maka artinya negara tersebut mengakui aksi polisionil yang
dilakukan waktu dulu. Kala itu sejumlah pasukan elit Belanda yang di
dalamnya mencakup Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Kapten Raymond
Westerling di Sulawesi dan Bandung, melakukan pembantaian warga negara
Indonesia.
Sebaliknya, kalau Belanda memberikan pengakuan kemerdekaan RI pada 27
Desember 2949, kejadian tersebut diartikan sebagai “perang saudara”.
Pasalnya, para warga yang dibantai masih dianggap “warga negaranya”.
Belanda pun bebas dari tuntutan.
“Kalau mereka mengakui kita merdeka pada Desember ’49, berarti mereka bantai warganya (Hindia-Belanda) sendiri. Insiden yang terjadi pun berarti perang saudara,” kata Jeffry.
Implikasinya jelas. Jika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1949, kala pembantaian itu terjadi, dianggap menyerang negara
berdaulat. Akibatnya, Belanda harus memberikan ganti rugi untuk
Indonesia. Jika demikian, Belanda pun sampai sekarang belum mengakui
penerapan UUD 1945.
“Berarti mereka juga tak mengakui UUD 1945, tak mengakui kedaulatan hukum kita. Ngapain kita terima (Kedubes) Belanda di sini?,” tuturnya.