4 Suku yang Paling Ditakuti Kompeni Belanda di Masa Penjajahan
Minggu, 25 November 2018
Indonesia dikenal dengan keberagaman
suku dan budayanya. Suku-suku di Indonesia sebenarnya telah ada jauh sebelum
penjajah masuk ke Tanah Air.
Setelah penjajah masuk, seluruh rakyat
Indonesia tentu saja berusaha mempertahankan Tanah Air tercinta. Tak terkecuali
mereka suku-suku atau masyarakat asli di tiap daerah.
Tahukah kamu ternyata ada sejumlah suku
di tanah air yang sangat ditakuti oleh penjajah? Yuk simak ulasannya.
1. Dayak
1. Foto Suku Dayak |
Saking ditakutinya, Kompeni Belanda
memberi julukan 'pasukan hantu' kepada para ahli perang dari suku Dayak.
Julukan itu ternyata karena kemampuan perang orang-orang Dayak yang mengerikan.
Suku Dayak adalah suku yang diketahui
tinggal dan melakukan aktivitas di dalam hutan. Inilah alasan mengapa Belanda
sulit menaklukkan orang-orang Dayak. Selain karena menguasai Medan, menurut
pasukan Belanda, orang-orang dayak mempunyai kemampuan berkamuflase yang sangat
hebat ketika berada di hutan.
Tak hanya itu, orang-orang dayak juga
dikenal memiliki kemampuan bertarung yang handal. Selain hebat dalam bertarung
jarak dekat menggunakan Mandau-nya, suku Dayak juga lihai bertarung jarak jauh
menggunakan sumpit tiup yang beracun.
Konon, Mandau Dayak itu mampu terbang
sendiri dan mencari musuh. Sementara sumpit tiup itu tak kalah mematikannya
dengan senapan sniper milik penjajah, karena di ujung sumpit tiup telah diolesi
racun dari getah Ireng.
2. Buton
2. Foto Suku Buton |
Konon satu-satunya wilayah yang tidak
dijajah oleh Belanda adalah Buton, Sulawesi Tenggara. Dulunya sebelum Indonesia
ada, Buton lebih mirip negara monarki, karena mempunyai pemimpin atau raja,
perdana menteri, tentara dan rakyat sendiri.
Kerajaan Buton sejak dulu dikenal
sebagai kerajaan yang sangat kuat. Di abad pertengahan ketika penjajah dari
Belanda dan Portugis melakukan ekspansi ke Maluku untuk mencari rempah-rempah,
Buton dianggap wilayah yang strategis. Sebelum tiba di Maluku, kapal-kapal
mereka akan singgah terlebih ke Buton terlebih dahulu.
Tak hanya strategis, Buton juga dikenal
memiliki hasil bumi yang berlimpah, terutama rempah-rempah. Meski begitu,
Belanda ternyata segan untuk menjajah Buton.
Dengan Kerajaan Buton yang kuat,
tampaknya Belanda tak mau mencari masalah. Daripada mereka kesulitan mendapat
rempah-rempah lebih baik menjalin hubungan yang baik saja dengan Kerajaan
Buton.
3. Nias
3. Foto Suku Nias |
Salah satu daerah di Indonesia yang
paling sulit ditaklukkan oleh Belanda adalah Nias. Nias memang terkenal dengan
suku-sukunya yang mahir dalam bertarung.
Wilayah yang paling sulit ditaklukkan di
Nias adalah Kabupaten Nias Selatan, tepatnya di Orahili Fau, banua raja
Lahelu’u Fau yang secara administratif kini dikenal sebagai Desa Orahili Fau di
Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan.
Belanda harus menelan kekalahan
berkali-kali saat melawan petarung-petarung dari Nias. Tak terhitung jumlah
berapa kali orang-orang dari suku Nias Selatan berhasil mengusir Belanda dari
tanah kelahiran mereka. Hingga akhirnya Belanda memberi julukan kepada Lahelu’u
sebagai De Verdrijver der Hollanders (pengusir orang-orang Belanda).
Tahun 1864 menjadi tahun efektifnya
Belanda menguasai Nias. Jadi Belanda butuh waktu 171 tahun (1693-1864) untuk
bisa benar-benar menguasai Nias. Dan Belanda menjajah Nias 81 tahun
(1864-1945), bukan 350 tahun sebagaimana anggapan selama ini.
4. Batak
4. Foto Suku Batak |
Wilayah yang paling sulit ditaklukkan
oleh Belanda di pulau Sumatra adalah wilayah Aceh dan Tanah Batak, kala itu dua
wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Kerajaan Batak yang dipimpin oleh
Sisingamangaraja XII.
Belanda selalu kerepotan ketika harus
berhadapan dengan tentara dari suku Batak. Belum lagi raja Batak,
Sisingamangaraja, diketahui memiliki kesaktian yang luar biasa yang ia warisi
secara turun temurun.
Butuh waktu sekitar 29 tahun lamanya
untuk Belanda mampu menaklukkan Batak. Perang antara Belanda dan Batak itu
mulai dari tahun 1849 sampai dengan 1907. Belanda harus berkorban banyak untuk
bisa mengalahkan Sisingamangaraja XII.