Sumber Daya Alam Yang Mubazir

Jerman adalah sebuah negara industri terkemuka.
Di negara seperti ini, banyak yang mengira warganya hidup foya-foya. Ketika saya tiba di Hamburgg , bersama rekan-rekan kami masuk ke restoran. Kami melihat banyak meja yang kosong. Ada satu meja dimana sepasang anak muda  sedang makan. Hanya ada 2 piring makanan dan dua kaleng bir dimeja mereka.
Saya bertanya dalam hati, “Apa hidangan yang begitu simple ini bisa disebut romantis?“

Kemudian ada  beberapa wanita tua di meja lainnya. Ketika makanan dihidangkan, pelayan membagi makanan  & mereka menghabiskan setiap butir makanan yang ada di piring mereka.

Karena kami lapar, rekan kami memesan lebih banyak makanan. Saat selesai, tersisa kira-kira sepertiganya yang tidak dapat  kami habiskan di meja.

Tapi begitu kami hendak meninggalkan restoran, wanita tua yang duduk dari meja sebelah menegur kami dalam bahasa Inggris, dan menyatakan bahwa mereka tidak senang karena kami memubazirkan makanan.

Sahabat saya lalu menjawab teguran itu : “Lho kami yang membayar kok, ini bukan urusan kalian jika makanan kami tersisa.“
Mendadak wanita tua itu dan temannya meradang.
Salah satunya segera mengeluarkan HP & menelpon seseorang. Tak lama  kemudian seorang pria berseragam yakni Sekuritas Sosial negeri itu tiba. Setelah mendengar sumber masalah pertengkaran, ia menerbitkan surat denda Euro 50 pada kami.
Kami semua terdiam.

Petugas tersebut lalu berkata dengan suara yang galak:
“PESANLAH MAKANAN YG SANGGUP ANDA MAKAN, UANG ITU MILIKMU TAPI SUMBER DAYA ALAM INI MILIK BERSAMA. ADA BANYAK ORANG LAIN DI DUNIA YANG KEKURANGAN. KALIAN TIDAK PUNYA ALASAN UNTUK MENYIA-NYIAKAN SUMBER DAYA ALAM TERSEBUT”

Pola pikir dari masyarakat di negara makmur tsb membuat kami sungguh merasa malu. Bayangkan, kita yang berasal dari negara yang tidak makmur-makmur amat hidup dengan gengsi, dan sering pesan makanan berlebihan, apalagi saat menjamu tamu.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel